Jakarta, 29 November 2024 – Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) Indonesia memainkan peran penting sebagai pembicara dalam dialog yang diselenggarakan oleh Action for Ecology & People’s Emancipation (AEER) di The Akmani Hotel. Acara tersebut mengangkat transisi ambisius Indonesia dari batubara ke energi terbarukan, yang mempertemukan 23 perwakilan dari CSO, lembaga think tank, dan akademisi. Diskusi difokuskan pada pengembangan kerja sama Selatan-Selatan, pelatihan ulang tenaga kerja, dan penerapan model pembiayaan alternatif yang diinspirasi dari pembelajaran JETP di Afrika Selatan untuk mendorong kebijakan energi yang adil dengan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inklusivitas sosial. Kontribusi dari organisasi seperti HIVOS, IRID, Koalisi Perempuan, CPI, WRI, ICEL, dan UNDP, bersama dengan paparan dari Vickesh Maharaj dari Kedutaan Besar Afrika Selatan, menekankan peran penting JETP dalam memajukan transisi energi yang inklusif di belahan bumi selatan.
Foto dari AEER, 2024
Foto dari AEER, 2024

Action for Ecology & People’s Emancipation (AEER), yang dipimpin oleh Pius Ginting, menyelenggarakan diskusi terkait Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP). Diskusi ini merupakan sebuah inisiatif kolaboratif yang bermaksud mendukung transisi Indonesia dari energi berbasis batu bara ke sumber terbarukan dengan memastikan terwujudnya keadilan sosial, stabilitas ekonomi, dan keberlanjutan. Acara tersebut mempertemukan 23 perwakilan dari Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) dan pemangku kepentingan kunci untuk berbagi wawasan dan strategi yang diantaranya mengambil pengalaman dari Afrika Selatan, Vietnam, dan Indonesia dalam transisi menuju energi berkelanjutan. Acara ini ditutup dengan langkah-langkah yang dapat ditindaklanjuti untuk memperkuat kemitraan dan mendorong pendekatan yang inovatif dan inklusif terhadap transisi energi di negara belahan selatan. Negara-negara seperti Afrika Selatan, Indonesia, dan Vietnam berpotensi memimpin gerakan untuk menyatukan upaya dan menunjukkan bagaimana transisi energi berkeadilan dapat bersifat transformatif dan berkelanjutan. Perwakilan dari CSO seperti HIVOS, IRID, Koalisi Perempuan Indonesia, lembaga pemikir seperti WRI dan CPI, dan masih banyak lagi juga berpartisipasi dalam acara tersebut. Pembicara utama di acara ini termasuk Vickesh Pradeep Maharaj dari Kedutaan Besar Afrika Selatan dan Paul Butarbutar dari Sekretariat JETP Indonesia.

Acara tersebut berfokus pada pembelajaran dari implementasi JETP, mengeksplorasi tantangan dan peluang dalam transisi menuju energi terbarukan, memastikan terwujudnya keadilan sosial, dan mengatasi dampak finansial dan tenaga kerja.

Diskusi tersebut berlangsung pada hari Jumat, 29 November 2024, di The Akmani Hotel di Jakarta, Indonesia. Acara tersebut bertujuan untuk mendorong kolaborasi Selatan-Selatan – kolaborasi antara negara belahan bumi bagian Selatan dengan cara berbagi strategi, dan memperkuat kemitraan untuk memajukan tujuan JETP dan memastikan transisi energi yang adil dan inklusif di seluruh belahan bumi selatan.

Melalui diskusi interaktif, para peserta bertukar wawasan tentang mekanisme pendanaan, pelatihan ulang keterampilan tenaga kerja, dan penyelarasan kebijakan. Wawasan Afrika Selatan menyoroti perlunya pelatihan tenaga kerja dan penggunaan kembali aset sebelum menonaktifkan pembangkit listrik tenaga batu bara, sementara pengalaman Indonesia menggarisbawahi pentingnya menyeimbangkan ketahanan energi dengan keadilan sosial. Acara ini menyoroti pentingnya kerja sama Selatan-Selatan sebagai alat yang ampuh untuk mengatasi tantangan bersama dalam mengimplementasikan Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP). Upaya terpadu di antara negara-negara dengan inisiatif JETP, seperti Afrika Selatan, Indonesia, Vietnam, dan Senegal, dapat membantu mengidentifikasi pendekatan yang lebih baik untuk memobilisasi pendanaan dari komitmen pemberi dana dan memastikan terwujudnya transisi tenaga kerja yang lancer dengan cara mendorong pendekatan kolaboratif untuk mencapai transisi energi yang adil.

Peran CSO diusung sebagai hal yang penting dalam menjembatani apabila ada kesenjangan visi antara masyarakat dan pembuat kebijakan. CSO memperkuat suara akar rumput, memastikan kebijakan yang mencerminkan kondisi di lapangan, dan mengadvokasi model pembiayaan berkelanjutan yang beragam dan lebih tepat.

Wawasan penting lainnya adalah penekanan pada pelatihan ulang tenaga kerja, khususnya bagi pekerja di sektor-sektor yang beralih dari bahan bakar fosil. Mempersiapkan tenaga kerja untuk peran baru dalam energi terbarukan atau industri terkait dapat meminimalisasi ketimpangan sosial dan memastikan stabilitas ekonomi terjaga selama transisi.

Terakhir, kebutuhan untuk mendiversifikasi model pembiayaan juga menjadi sorotan. Tidak hanya menjajaki jenis pinjaman lunak, namun juga perlu mengintegrasikan hibah dan instrumen non-utang lainnya untuk dapat memberikan fleksibilitas keuangan yang dibutuhkan untuk mendukung transisi yang berkelanjutan dan inklusif. Pendekatan ini memastikan terjadinya pendistribusian manfaat dan beban sehingga bersifat adil di seluruh proses transisi energi.

Pertukaran ide kolaboratif ini menggarisbawahi pentingnya fungsi kemitraan dan strategi inklusif untuk mencapai transisi energi berkeadilan yang transformatif di seluruh belahan bumi selatan.