Pada 24 Januari 2025, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggelar FGD tentang Dekarbonisasi Industri di Sektor Pembangkit Captive di Hotel Mercure Sabang, Jakarta. Acara ini mempertemukan perwakilan pemerintah, pelaku industri, dan pemangku kepentingan terkait untuk membahas regulasi pembangkit captive, mengumpulkan data industri serta mendorong kolaborasi dengan mengedapkan praktik percontohan yang sudah ada. FGD ini diikuti oleh 40 industri, yang 30 di antaranya telah menyiapkan data untuk Studi Pembangkit Captive untuk mendorong kegiatan Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP), 10 industri lainnya masih memerlukan tindak lanjut untuk memenuhi kelengkapan data. Kegiatan ini menjadi langkah awal yang baik dalam mendorong dekarbonisasi industry di sektor pembangkit, sekaligus membantu upaya pemerintah dalam percepatan transisi energi ke depan.

Jakarta, 24 Januari 2025 – Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah sukses menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang Dekarbonisasi Industri di Sektor Pembangkit Captive di Hotel Mercure Sabang, Jakarta. Acara ini mempertemukan pemangku kepentingan kunci, termasuk diantaranya pelaku industri, perwakilan pemerintah, dan sektor terkait lainnya, untuk membahas strategi untuk mewujudkan transisi energi berkelanjutan sekaligus menjaga ketahanan industri.

FGD ini bertujuan untuk mensosialisasikan regulasi pembangkit captive di Indonesia serta mengundang industri yang sistem kelistrikannya bergantung pada pembangkit captive. Selain itu FGD ini juga menjadi wadah berbagi informasi terkait upaya dekarbonisasi yang sudah industri lakukan sejauh ini. Diskusi ini menjadi bagian dari agenda besar untuk mengumpulkan masukan, memvalidasi data pembangkit captive di sektor industri, memperkenalkan skema Just Energy Transition Partnership (JETP), serta mendorong kolaborasi antar pemangku kepentingan melalui sesi berbagi dalam hal praktik percontohan terbaik dan pengalaman teknis yang sudah dilakukan.

Dalam sesi diskusi, Bapak Wanhar, Direktur Program Tenaga Listrik, menyoroti pentingnya ketahanan energi dalam membangun transisi energi di Indonesia. Ia menegaskan bahwa cadangan nikel yang melimpah—sebagai bahan utama dalam produksi baterai—merupakan keunggulan strategis bagi Indonesia di tengah tren global menuju teknologi energi bersih. Pemerintah, lanjutnya, tengah meninjau strategi hilirisasi untuk satu dekade ke depan melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, yang rencananya akan meningkatkan porsi energi terbarukan secara signifikan.

Sejalan dengan visi tersebut, Bu Sri Hastuti Nawaningsih, Sekretaris Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri di Kementerian Perindustrian, menekankan bahwa pertumbuhan industri dan dekarbonisasi harus berjalan beriringan guna memastikan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Ia menyebutkan bahwa sektor industri Indonesia berkontribusi 17% terhadap PDB nasional pada Q3 2024, menjadikan sektor industri sebagai salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi. Untuk mendukung transisi energi, Kementerian Perindustrian berkomitmen mencapai Emisi Nol Bersih atau Net Zero Emission pada 2050, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

FGD ini melibatkan 40 industri, di mana 30 industri telah menyiapkan data untuk Studi Pembangkit Captive untuk mendukung kegiatan program JETP, sementara 10 industri lainnya masih membutuhkan tindak lanjut untuk melengkapi data. Meski demikian, kegiatan ini menjadi langkah awal yang baik  dalam upaya dekarbonisasi industri, memperkuat komitmen pemerintah terhadap transisi energi yang berkelanjutan tanpa mengorbankan daya saing industri. Untuk kedepannya, sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan lembaga keuangan akan menjadi kunci utama dalam mewujudkan transisi energi di Indonesia.